Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan dan pendekatan teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d detail).
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah :
- Pemetaan geologi/alterasi.
- Tracing float, paritan, dan sumur uji.
- Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
- Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.
- Pemetaan Geologi/Alterasi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.
6.1.1 Singkapan
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.
Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan yang diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :
- Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.
- Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
- Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
- Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.
Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :
- Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
- Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
- Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.
6.1.2 Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
6.1.3 Interpretasi dan informasi data
Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain :
- Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
- Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
- Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
- Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
- Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
- Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi.
- Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain :
- Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.
- Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi.
- Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi.
- Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :
- Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
- Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
- Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi).
- Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.
Gambar 6.1 menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari data pengamatan singkapan di lapangan.
Gambar 6.1 Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai dengan munculnya beberapa tubuh intrusi (Graha, 1987)
- Tracing Float, Paritan, dan Sumur Uji
Selain pemetaan geologi melalui pengamatan (pendiskripsian) singkapan, penyusuran (pencarian) lokasi endapan bijih dapat juga dilakukan dengan tracing float, paritan atau sumur uji. Secara teoritis, dengan melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan geologi, tracing float, paritan, dan sumur uji dengan mengumpulkan petunjuk-petunjuk ke arah bijih, maka lokasi endapan dapat diketahui (ditemukan).
6.2.1 Tracing float
Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan bijih yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada aliran sungai-sungai (lihat Gambar 6.2).
Gambar 6.2 Sketsa proses terbentuknya float
Tracing (penjejakan » perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang terdapat pada sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang mengandung mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari pecahan (float) tersebut.
Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi) dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain itu sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung.
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan
(tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar (besar), sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan tracing float.
Pada Gambar 6.3 dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing with panning tersebut, dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai. Oleh sebab itu, informasi (peta) jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.
Gambar 6.3 Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning
Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :
- Peta jaringan sungai.
- Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
- Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
- Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
- Lokasi dimana float mulai hilang.
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching) dan uji sumuran (test pitting).
6.2.2 Trenching (pembuatan paritan)
Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
- Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
- Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui (lihat Gambar 6.4). Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
- Terbatas pada overburden yang tipis,
- Kedalaman penggalian umumnya 2–2,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan menggunakan eksavator/back hoe),
- Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
Gambar 6.4 Sketsa lokasi pembuatan paritan pada garis singkapan batubara
6.2.3 Test pit (sumur uji)
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
- Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling (lihat Gambar 6.5). Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
- Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji
dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
Gambar 6.5 Sketsa pembuatan sumur uji (Chaussier et al., 1987)
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
- ketinggian muka airtanah,
- kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
- kekuatan dinding lubang, dan
- kekerasan batuan dasar.
- Metode Sampling
6.3.1 Konsep sampling
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
- Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut.
- Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
- Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
- Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
- Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
- Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
- Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.
- Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :
- Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
- Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
- Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
- Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada endapan berbentuk urat
- Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
- Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan volume yang besar agar representatif.
- Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan bukaan stope) sehingga rentan dengan dilution.
- Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping, sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.
- Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan ditentukan batas vein yang jelas.
- Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga diperlukan sampling dengan interval yang rapat.
- Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk mencegah terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.
- Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena pada umumnya harus dilanjutkan melalui pemboran inti.
b. Pada endapan stratiform
Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam dasar yang terendapkan selaras/sejajar dengan bidang perlapisan satuan litologi (litofasies), dimana mineral bijih secara lateral dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-bentuk sedimen yang lain (sedimentary hosted). Karakteristik umum tipe endapan ini yang berhubungan dengan metode sampling antara lain :
- Mempuyai ketebalan yang cukup besar.
- Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas.
- Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat menimbulkan masalah dalam sampling.
- Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat.
- Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan dalam interval sampling.
- Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
- Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
- Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan kesalahan pada sampling yang signifikan.
- Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).
c. Pada endapan sedimen
Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan garam, yang mempunyai karakteristik :
- Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
- Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual.
- Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam batubara, sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply.
- Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar, perlipatan, dll.), sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
- Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara komposit.
d. Pada endapan porfiri
Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :
- Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan pemboran inti (diamond atau percussion).
- Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan bersifat erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit eksplorasi, dan paritan.
- Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemilihan metode sampling.
- Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
- Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan dengan seksama.
- Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam sepanjang proses sampling.
- Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi batuan nantinya.
6.3.2 Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
- Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
- Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
- Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.
6.3.3 Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5).
6.3.4 Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar ± 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.
6.3.5 Channel sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar 6.6 dan 6.7).
Gambar 6.6 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.7 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis (Chaussier et al., 1987)
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
- Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual (lihat Gambar 6.8, 6.9, dan 6.10).
- Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
- Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.
- Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).
| |
|
Gambar 6.8 Sketsa pembuatan sub-channel pada mineralisasi berupa urat (Dimodifikasi dari Annels, 1991)
Terlihat bahwa sub-channel yang dibuat ada tiga, yaitu A, B, dan C selebar a', b', dan c'.
Sedangkan ketebalan urat yang sebenarnya adalah a, b, dan c, yang merupakan proyeksi interval channel terhadap kemiringan urat. |
Gambar 6.9 Sketsa pembuatan channel pada bukaan stope untuk mineralisasi berupa urat (Annels, 1991)
Channel sampling pada sumur uji
|
Gambar 6.10 Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan berlapis.
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap alur adalah sebagai berikut :
- Letak lokasi pengambilan conto dari titik ikat terdekat.
- Posisi alur (memotong vein, vertikal memotong bidang perlapisan, dll.).
- Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau tebal sebenarnya).
- Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval atau lokasi sub-channel.
- Tanggal pengambilan dan identitas conto.
Sedangkan informasi-informasi yang sebaiknya juga dicatat (dideskripsikan) dalam pengambilan conto adalah :
- Mineralogi bijih atau deskripsi endapan yang diambil contonya.
- Penaksiran visual zona mineralisasi (bijih, waste, pengotor, dll.).
- Kemiringan semu atau kemiringan sebenarnya dari badan bijih.
- Deskripsi litologi atau batuan samping.
- Dan lain-lain yang dianggap perlu dalam penjelasan kondisi endapan.
6.3.6 Preparasi conto
Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi (persiapan) conto, agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis dilakukan sedikitnya pada 2 (dua) laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai dokumentasi (lihat Gambar 6.11).
Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah pengurangan ukuran partikel, atau dengan kata lain proses pembagian (split) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah seragam. Secara teoritis, pengurangan bobot conto dapat mengikuti persamaan berikut (Carras op cit. Annels, 1997) :
dimana :
RW = berat conto yang dikurangi
OW = berat conto awal
D1 = diameter partikel yang dikurangi
D2 = diameter partikel awal
Gambar 6.11 Prosedur umum (coning & quartering) preparasi conto untuk analisis laboratorium dan dokumentasi (Chaussier et al., 1987)
Formula ini hanya dapat diterapkan pada conto yang telah mempunyai ukuran relatif seragam. Jika distribusi tidak homogen, maka ukuran conto harus dikurangi sampai dengan didapatkan ukuran yang paling ekonomis (secara kadar). Sebagai ilustrasi dapat dilihat contoh hasil assay pada beberapa kondisi ukuran (Tabel 6.1). Prosedur umum dalam proses reduksi ukuran conto dapat dilihat pada Gambar 6.12.
Tabel 6.1 Hasil analisis pada masing-masing tahapan reduksi ukuran conto (Chaussier et al., 1987)
Bagian kasar yang dihancurkan | Conto-1 | Conto-2 |
Rentang hasil analisis | 5–51 ppm | 24–106 ppm |
Kadar rata-rata | 21,90 ppm | 61,2 0ppm |
Simpangan baku | 10,10 ppm | 21,30 ppm |
Koefisien Variansi | 0,46 | 0,35 |
Bagian halus yang dihancurkan | ||
Rentang hasil analisis | 10–31 ppm | 31–69 ppm |
Kadar rata-rata | 21,80 ppm | 49,50 ppm |
Simpangan baku | 3,90 ppm | 8,90 ppm |
Koefisien Variansi | 0,18 | 0,18 |
Bagian yang dihaluskan | ||
Rentang hasil analisis | 20–26 ppm | 44–53 ppm |
Kadar rata-rata | 23,80 ppm | 49,90 ppm |
Simpangan baku | 1,00 ppm | 1,90 ppm |
Koefisien Variansi | 0,04 | 0,04 |
Gambar 6.12 Prosedur umum proses pengecilan ukuran (Chaussier et al., 1987)
Setelah ukuran dari conto terdistribusi pada fraksi yang seragam, kemudian dilakukan pengurangan (reduksi) bobot/jumlah conto. Metode reduksi yang umum digunakan adalah splitting dan quartering. Metode reduksi splitting dapat dilihat pada Gambar 6.13 dan metode quartering dapat dilihat pada Gambar 6.14.
Gambar 6.13 Reduksi jumlah conto dengan metode splitting (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.14 Reduksi jumlah conto dengan metode quartering (Chaussier et al., 1987)
6.3.7 Penentuan kadar conto
Pada suatu kegiatan pengambilan conto (sampling) dan penentuan kadar rata-rata dari lokasi pengambilan conto, dilakukan penentuan kadar dengan menggunakan pembobotan kadar. Secara umum ada 2 (dua) metode pembobotan dalam penentuan kadar, yaitu :
- Pembobotan aritmetik sederhana, yang digunakan jika interval pengambilan conto seragam dan homogenitas dari masing-masing interval diasumsikan tinggi (besar).
- Pembobotan oleh lebar (tebal), panjang, luas, volume, dan SG (specific gravity), jika interval pengambilan conto tidak seragam dan diasumsikan bahwa karakteristik material pada masing-masing interval tidak sama (bervariasi).
Pembobotan aritmetik sederhana
- hitungan kadar rata-rata yang sederhana,
- endapan homogen (variasi kecil), dan
- ukuran blok dan interval sampling seragam,
Persamaan :
Pembobotan tebal-lebar-panjang
Jika semua blok mempunyai luas dan SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan luas
Jika semua blok mempunyai ketebalan dan SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan volume
Jika semua blok mempunyai SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan tonase
Jika semua blok mempunyai tonase yang berbeda-beda
Persamaan :
Untuk penyederhanaan, masing-masing pembobotan (weighting) dapat ditentukan terlebih dahulu, sehingga membentuk persamaan linier dalam penentuan kadar rata-rata.
Contoh :
Pembobotan dengan tebal dan SG
Interval | Tebal | SG | Kadar |
1 | t1 | SG1 | k1 |
2 | t2 | SG2 | k2 |
3 | t3 | SG3 | k3 |
Maka :
Dapat ditulis kembali :
Disini Wi disebut sebagai faktor pembobot.
- Pemboran Eksplorasi
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah :
- kondisi geologi dan topografi,
- tipe pemboran yang akan digunakan,
- spasi pemboran,
- waktu pemboran, dan
- pelaksana (kontraktor) pemboran.
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :
- juru bor,
- peralatan dan onderdil yang dibutuhkan,
- alat transportasi,
- konstruksi peralatan pemboran, dll.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :
- tujuan (open hole – coring),
- topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air),
- litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor),
- biaya dan waktu yang tersedia, serta
- peralatan dan keterampilan.
Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :
- identifikasi struktur geologi,
- sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
- mineralogi batuan samping dan badan bijih,
- geometri endapan,
- sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling, percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk pemboran inti (coring).
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan.
6.4.1 Perencanaan dan pola pemboran
Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi (interpretasi) yang telah ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif tegak lurus). Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar), lihat Gambar 6.15.
Gambar 6.15 Lay out penampang pemboran (Annels, 1991)
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali geokimia) di bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar lubang bor bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat adalah 25–50 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara 100 m sampai beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi 100–200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200–400 m dengan interval lubang antara 100–200 m sehingga memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan rata-rata.
Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang memanjang hal ini bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan. Pemboran sangat mahal dan memerlukan waktu yang banyak dalam kegiatan eksplorasi karena obyeknya adalah jumlah lubang yang pasti dan dilengkapi dengan data kadar dan tonase tiap level dari zona mineralisasi. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perhitungan cadangan adalah zona pengaruh tiap conto belum dapat diketahui sampai setengah perkerjaan selesai.
Sebagai contoh, pada Gambar 6.16 dapat dilihat beberapa tahapan pemboran berdasarkan anamoli geokimia :
- Titik bor ke-1 dan ke-2 ditujukan untuk memastikan (membuktikan) adanya zona mineralisasi (secara vertikal) pada pusat anomali.
- Selanjutnya pemboran pada titik bor ke-3 bersifat memastikan kemenerusan zona mineralisasi tersebut (ke arah kemiringan).
- Sedangkan titik bor ke-4 dan ke-5 merupakan titik bor yang ditujukan untuk melihat kemenerusan zona mineralisasi ke arah jurus dari hasil pemboran pada titik ke-1 dan ke-2.
- Begitu juga dengan titik bor ke-6 dan ke-7, ditujukan untuk mengetahui kemenerusan searah jurus hasil pemboran pada titik bor ke-3.
- Dan selanjutnya dilanjutkan dengan titik bor ke-8 dan ke-9, yang ditujukan untuk mengetahui kemenerusan titik bor sebelumnya, dan seterusnya dengan pola yang sama sampai diperkirakan zona mineralisasi telah tercakup secara keseluruhan.
Gambar 6.16 Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels, 1991)
Sedangkan pada Gambar 6.17 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu series pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang dilakukan merupakan kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.
Gambar 6.17 Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih suatu endapan (Evans, 1995)
b. Monitoring kegiatan pemboran
Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan seorang engineer disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan cepat.
Contoh :
- Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk melakukan observasi atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor.
- Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali sehari untuk menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi lubang bor berikutnya.
Disamping penggunaan core log secara detail, logging geofisika juga sering digunakan.
Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan diplot pada grafik log sesegera mungkin setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang dibor yang biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus segera diplot pada log litologi.
Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 6.18 dimana terdapat tiga interpretasi yang berbeda dari data yang ada.
Gambar 6.18 Kemungkinan perbedaan interpretasi dari hasil pemboran (Evans, 1995)
Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor, antara lain :
- Kontur struktur.
- Peta isopach.
- Kontur kadar.
- Peta ketebalan.
- Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan.
Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan letak bijih dan juga membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah kemenerusan zona mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian dalam perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat dilihat dengan membandingkan endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji kemenerusan ini dilakukan dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.
c. Keputusan pemboran diakhiri
Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan adalah :
- Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai.
- Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau terlalu dalam.
- Pemboran yang dilakukan menghasilkan beberapa zona mineralisasi yang ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas atau perhitungan cadangan menunjukkan bahwa endapan tersebut terlalu kecil dibanding yang diinginkan.
- Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti.
- Biaya pemboran sudah habis.
Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun demikian penyebab anomali permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak pada skala yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar mineralisasi yang tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.
d. Kontrak pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sendiri atau dengan mengontrak perusahaan/konsultan pemboran. Permasalahan menyangkut kondisi pemboran, jumlah lubang yang diminta, dan harga akan dijelaskan dalam surat kontrak.
Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan.
Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah :
- Mobilisasi dan transportasi peralatan ke lokasi bor.
- Tatanan lokasi dan pergerakan antar tiap lubang bor.
- Harga satuan tiap meter lubang yang akan dibor.
- Perolehan inti bor (%) jika digunakan pemboran inti.
- Biaya konstruksi lubang (penyemenan, casing dan survei).
- Pengangkutan dan mobilisasi kembali peralatan bor.
Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak. Dalam hal pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.
6.4.2 Beberapa jenis metode pemboran
Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang agak murah seperti auger, rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah kualitas samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya percampuran material pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang lebih mahal biasanya menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan diamond drilling.
Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang representatif.
a. Pemboran auger
Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk membawa material halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah.
c. Rotary drilling
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika pemboran dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.
d. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
Down-the-hole hammer drills
Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari lubang sampai batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk pemboran non-coring. Lubang dengan diameter sampai 20 cm dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi biasanya kedalaman yang efisien antara 100–150 m. Cutting bor ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah yang basah daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat menjadi tidak teratur.
Top hammer drills
Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk yang diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk pemboran non-coring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini lebih baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya digunakan untuk lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman lebih dari 100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive drilling adalah metode yang paling cepat dan murah namun sering terjadi data tidak lengkap dibanding dengan diamond drilling.
e. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70-an dan biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor (lihat Gambar 6.19). Kegunaan alat bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary atau percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya sedikit.
Skema dari beberapa metode pemboran yaitu diamond core, reverse circulation, dan rotary drlling ditunjukkan pada Gambar 6.20.
Gambar 6.19 Pemboran dengan reverse circulation (Evans, 1995)
Gambar 6.20 Skema beberapa metode pemboran (dari Australian Drilling Industry, 1996)
6.4.3 Pemboran inti
Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond bit atau impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam (inner tube) dari core barrel berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core barrel ke dalam lubang.
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang ditampung biasanya 1,5–3 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor, mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan mata bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan daya angkat bagi material yang dibor.
d. Casing
Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan permukaan lubang bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman. Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu (diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor.
e. Kecepatan dan biaya pemboran
Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai 2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian juru bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida yang akan digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk menentukan faktor kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi pemboran yang efisien. Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung kepada kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor. Beberapa permasalahan (kendala) yang muncul dalam pemboran dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Beberapa permasalahan dalam pemboran dan perkiraan solusinya (dimodifikasi dari Australian Drilling Industry, 1996)
Lokasi | - jalan transportasi - alat transportasi - mesin yang sesuai |
Biaya dan waktu | - efisiensi kerja - logistik - pemanfaatan tenaga dan waktu |
Batuan keras | - mata bor yang cocok - RPM - WOB |
Runtuhan dinding | • casing • fluida bor : - kecepatan << - viskositas - BJ >> - bentuk mud cake |
Kehilangan air (water loss) |
|
Mata bor leleh | - RPM << - WOB << - fluida > |
Kedalaman | - tenaga cukup - rod cukup - casing cukup - debit dan tekanan pompa cukup - fluida bor tersedia |
Benda jatuh (rod putus) | fishing tools |
Stang bor terjepit (stuck) | - viskositas fluida bor diperbesar - tekanan fluida >> - tarik memakai hoist - putaran rendah dan kuat - dibantu dengan dongkrak |
Pada Tabel 6.3 dan 6.4 berikut ini secara berurutan diberikan ukuran wireline drill rod dan wireline core barrel untuk seri Q.
Tabel 6.3 Ukuran wireline drill rod seri Q (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran | O.D. mm (inci) | I.D. mm (inci) |
AQ BQ NQ HQ PQ | 44,5 (1 ¾) 55,6 (2 3/16) 69,9 (2 ¾) 88,9 (3 ½) 117,5 (4 5/8) | 34,9 (1 3/8) 46,0 (1 13/16) 60,3 (2 3/8) 77,8 (3 1/16) 103,2 (4 1/16) |
Keterangan : O.D. = Outside Diametre, I.D. = Inside Diametre
Tabel 6.4 Ukuran wireline core barrel seri Q/Q-3 (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran | Diamater lubang mm (inci) | Diameter inti mm (inci) |
AQ BQ BQ-3 NQ NQ-3 HQ HQ-3 | 48,0 (1 57/64) 59,9 (2 23/64) 59,9 (2 23/64) 75,7 (2 63/64) 75,7 (2 63/64) 96,0 (3 25/32) 96,0 (3 25/32) | 27,0 (1 1/16) 35,4 (1 7/16) 33,5 (1 5/16) 47,6 (1 7/8) 45,1 (1 25/32) 63,5 (2 ½) 61,1 (2 13/32) |
6.4.4 Sampling dan informasi dari pemboran
Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber : batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi.
a. Pemboran inti (coring)
Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam persen volume. Jika CR kurang dari 85–90% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto yang sebenarnya.
Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur (rekahan dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta core recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut kualitas dan kuantitasnya.
Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk tujuan lain.
Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat diambil dalam waktu 20–30 menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran.
b. Pemboran non-corring
Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 1–2 m dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang untuk memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk memberikan gambaran lubang bor tersebut.
c. Kombinasi core dan sludge
Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel dimana ukuran inti sangat tergantung dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang diangkat (terbawa) oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank. Gambar 6.21 menunjukkan sketsa pendefinisian antara core dan sludge.
Gambar 6.21 Sketsa pendifinisian core dan sludge
Dalam pengambilan conto dari inti bor (core recovery), harus diperhatikan reabilitas dari conto. Seperti terlihat pada Gambar 6.22, conto 1, 2, dan 3 harus dipisahkan, karena segmen conto dipisahkan oleh bagian yang hancur (conto 2).
Gambar 6.22 Reabilitas sample (conto)
Berikut ini dapat dilihat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penentuan kadar sampling dengan penggabungan core dan sludge.
Rumus Long Year :
Rumus Proportional Weight :
Direct Proportion Core :
Rumus I2 :
Jika sludge recovery > 100%, maka :
- Interpretasi dan Kompilasi Data
Interpretasi dan kompilasi data hasil eksplorasi langsung secara umum dapat berupa peta-peta atau penampang (profil). Hasil kompilasi data pemetaan geologi atau alterasi tentu saja berupa peta penyebaran batuan/struktur atau alterasi, serta penampang geologi/struktur atau alterasi (lihat contoh Gambar 6.23). Sementara kompilasi data tracing float berupa peta penyebaran mineralisasi yang mengarah ke sumber primernya. Data-data dari uji sumuran dan paritan umumnya digunakan untuk melengkapi data penyebaran singkapan, misalnya pada endapan batubara.
Sedangkan dari kompilasi data bawah permukaan hasil pemboran dapat dibuat penampang melintang untuk menggambarkan penyebaran dan model suatu endapan atau badan bijih, baik model 2-D maupun 3-D. Sebagai contoh interpretasi dan kompilasi data pemboran ditunjukkan pada Gambar 6.24 berupa model blok dan Gambar 6.25 berupa diagram Fence. Dari kedua gambar tersebut terlihat dengan jelas pola dan arah penyebaran suatu endapan bahan galian.
Gambar 6.23 Penampang melintang diagramatik dari potongan jalan raya di Kentucky timur menunjukkan zona urutan transisi yang terbentuk antara lingkungan dataran bawah dan atas hasil interpretasi observasi singkapan (Peters, 1978)
Gambar 6.24 Diagram blok yang menunjukkan kenampakan 3D dari beberapa perlapisan batubara di daerah Alaska. Beberapa lubang bor menjadi kontrol struktur dan stratigrafi (Peters, 1978)
Gambar 6.25 Diagram Fence yang menunjukkan korelasi dan ketebalan seam batubara utama di Campbell County, Wyoming ( Peters, 1978)
Dear owner, bagus banget cerita ttg eksplorasinya tp banyak gambar atau rumusan yang tidak bisa ditampilkan. adakah file2 yang bisa di download ? tq anthonio
BalasHapusMaterinya sangat bagus tapi Metode Eksplorasi secara tidak langsungnya mana gan?
BalasHapus